Nikotin telah diketahui bertahun-tahun sebagai "kambing hitam" sifat
adiksi dari rokok. Namun, sebuah studi baru dari Selandia Baru
menemukan, nikotin bukan satu-satunya penyebab adiksi dari rokok.
Percobaan pada tikus membuktikan hasil temuan ini.
Penelope
Truman, salah satu peneliti dari Institute of Environmental Science and
Research (ESR), mengatakan, studi ini menunjukkan bahwa tikus lebih
tertarik untuk mengonsumsi tembakau tanpa nikotin dibandingkan dengan
tembakau dari rokok buatan pabrik pada umumnya yang mengandung nikotin.
Truman
bersama peneliti lain dari Victoria University mengukur bagaimana tikus
mau menekan tuas untuk sejumlah garam yang sudah dicampur dengan
tembakau tanpa dan dengan nikotin. Hasilnya, tikus lebih tertarik untuk
menekan tuas tanpa nikotin.
Hal ini membuat para peneliti berpendapat, ada substansi di luar nikotin yang membuat tikus ketagihan mengonsumsi tembakau.
"Komponen
non-nikotin berperan dalam adiksi tembakau. Bahkan mungkin beberapa
produk tembakau dapat disalahgunakan lebih parah, terlepas dari kadar
nikotinnya," ujar Truman.
Senyawa kimia lainnya dalam tembakau,
imbuh dia, membuat lebih sulit untuk lepas dari adiksi tembakau. Hal ini
bisa menjadi bukti bahwa senyawa tersebut bahkan lebih adiktif daripada
nikotin itu sendiri.
Sementara itu, Direktur Auckland
Univerity's National Institute of Health Innovation, Chris Bullen,
berpendapat, keberadaan senyawa selain nikotin mungkin dapat
meningkatkan adiksi terhadap tembakau. Namun, bukan berarti tanpa
nikotin, konsumsi tembakau bisa membuat ketagihan.
Hal ini dapat
menjelaskan kenapa terapi penggantian nikotin bisa tidak seefektif yang
diduga. Contohnya, sebuah studi pernah menyimpulkan, hasil terapi
penggantian nikotin untuk menghentikan merokok tidak berbeda signifikan
dengan hasil terapi berhenti merokok lainnya.
Para peneliti menyimpulkan, studi baru tersebut mungkin dapat menjadi dasar perbaikan efisiensi terapi berhenti merokok.
0 comments:
Post a Comment